Rabu, 30 Januari 2013

Aku Diantara Mereka

6 Juli 2009.
Bukan hal yang mudah ketika engkau memulai untuk hidup bersama dengan 152 bocah lain.
Dimana engkau harus dapat berbagi 5 kamar mandi untuk 20 orang, 
sedangkan waktu sedang memburumu dan siap menikam.
Juga bagaimana engkau berbagi makanan satu dengan yang lain.
Dimana sebutir nasimu bisa saja menjadi energi yang besar bagi rekan-rekanmu.
Adaptasi besar dari seorang yang suka belajar dalam keheningan,
yang tiba-tiba harus belajar bersama dengan 19 suara yang mau tak mau akan menemanimu.
Tidak mudah ketika engkau mulai belajar untuk menerima orang lain dan berhenti mengubah mereka menjadi pribadi yang engkau inginkan.
Juga dengan proses besar yang menjadikanmu mengerti bahwa keluarga adalah harga yang sungguh tak ternilai.

Dan ketika segala proses tiga tahunmu kemudian membawamu pada sebuah hari : 7 Juli 2012

Saat dimana engkau sudah terbiasa dengan dinginnya pagi, dan hangatnya kebersamaan,
bunyi bel asramamu dan hiruk pikuk langkah kawanmu.
Saat dimana engkau mulai mencintai setiap jengkal cucian sahabatmu,
juga bagaimana proses membuatmu hafal betul 'bagaimana siapa menyelesaikan apa'


Juga saat dimana engkau akhirnya telah terbiasa untuk bercengkrama dengan waktu.
Dengan setiap tawa dan kegelisahanmu.
Dengan segala rutinitas yang menjadikanmu tak kenal lelah
dan tiba-tiba .. 

Sebuah proses baru harus engkau terima.
Sebuah awal yang berbeda dari yang engkau inginkan.

Aku Diantara Mereka

'AKU' diantara 'MEREKA' adalah A dan K yang harus merasakan U
dan tidak dapat merasakan M, E dan R

demikian pula 'MEREKA' di mataku.
MEREKA memiliki A dan K , tapi tidak pernah merasakan U
jadi MEREKA tidak pernah tau bagaimana menjadi AKU

Ketika engkau harus membuat dirimu terasa begitu berbeda.
Ketika perbedaan aktivitas membuat segalanya menjadi berubah,
seakan semua adalah buah kesalahan dari pilihanmu.

Mereka, orang-orang terdekatmu, dan dirimu sendiri
entah bagaimana kembali harus berkenalan dengan proses yang baru,
sebuah proses yang berbeda.

Ketika engkau mau tak mau harus menangis sendiri,
bahkan jika engkau harus terjaga dari tidurmu,
dan tak ada lagi 19 orang yang biasanya berbaring dalam ruangan yang sama.
Ketika engkau yang pernah terbiasa berkumpul dan bercerita bersama,
akhirnya terpaksa berdialog dengan piring kosong dan dinginnya tembok rumahmu.

Adakah kerinduan yang lebih besar?
Ketika jarak, waktu dan segala perbedaan yang menantangmu seakan selalu siap untuk memojokkanmu,
membuat terjongkok, dan terisak dalam cengkeraman kerinduan yang dalam

Masihkah sanggupkah engkau berdiri di antara mereka?
Atau sesering apakah engkau bisa memeluk si jeger tinggi itu?
Ketika engkau tak lagi dapat menemui raut kegembiraan dan kesedihannya setiap hari (lagi)
Juga beberapa meter yang biasanya engkau tempuh untuk meminjam pundak orang lain itu,
sekarang telah menjadi sangat elastis dengan pemanjangannya.
Sementara berada di dekatnya adalah titik ternyaman yang pernah engkau rasakan.

Dan tidakkah segalanya menjadi bertambah berat ketika tak ada si hitam manis dan atau si cantik berrambut ikal, dan si putih dengan tahi lalat di pipinya itu?
Tidakkah rasanya terlalu bertubi-tubi?
 
Rasanya pundakmu semakin membungkuk.