Rabu, 05 Februari 2014

Enggan

Setiap sakit selalu menuntut waktu rehat untuk penyembuhan, bukan?
Nona sedang enggan untuk dicinta. Baginya dikecewakan lembaran balance sheet lebih membahagiakan dibanding tamparan cinta yang tak berimbang.

Setiap romansa punya titik jenuhnya, demikian pula dengannya. Ia bosan melihat plester warna-warni yang sekian lama tertempel menutupi lukanya. Kadang terbuka - terkoyak - lalu diganti dengan yang baru - terlepas lagi - dan seterusnya. Terihat meletihkan (mungkin juga pedih).


Lalu...


Ding Dong!
Ding Dongg!


Bel rumah yang tak pernah ia benci itu mulai bersuara.

Nona memang senang membukakan pintu bagi setiap tamu yang datang bertandang. Tetapi Nona tak pernah ringan hati mengambil gagang sapu atau sekadar menebas sofa yang berdebu. Nona sedang enggan. Sangat. Ia tak tertarik untuk membersihkan sisa puntung rokok yang dijatuhkan dari bibir pemiliknya yang sempat manis. Memang benar Nona senang berbincang dengan mereka, tapi Nona tak suka bila mereka singgah terlalu lama. Nona tak ingin halaman rumahnya digali dan ditanami oleh harapan-harapan mereka yang ia sadari tak kan pernah dapat ia buahkan. Nona sedang lelah untuk bercocok cinta. Ia tak punya cukup air mata untuk menyirami rasa.

Bukan. Nona tidak takut jatuh, ia hanya sedang enggan.