Minggu, 25 November 2012

Tiga Hal Untuk Mimpi Baru

Aku tak pernah membayangkan bagaimana seorang gadis harus terus bersedih dalam mimpi-mimpi yang sama yang seakan membelenggunya.
Dimana pada saat itu, tidak ada yang dapat menariknya keluar dari dimensi yang mengurungnya.
Satu-satunya makhluk yang mampu melakukannya, adalah dirinya sendiri.

Dan aku sebagai gadis itu, sedang belajar untuk membantu dirinya.

"Orang-orang berkata: jika ada yang dapat memahami dirinya sendiri, maka ia akan memahami semua orang. Tapi aku berkata: jika ada yang mencintai orang lain, maka ia akan dapat mempelajari sesuatu untuk dirinya sendiri." ~Kahlil Gibran

Beberapa malam yang berlalu itu, benar-benar memuakkan.
Dimana setiap kamu bermimpi, kamu masih menemui wajah-wajah itu.
Wajah-wajah yang kamu rindukan, yang dalam mimpi : akhirnya membuat jenuhmu makin pekat
Dimana pada akhirnya kamu merasa terpojokkan : tak ada makhluk baru untuk kamu rindukan
Dan pada latar-latar itu : tak ada tempat baru dimana kamu berpijak dan tertawa
Semua karena segala sesuatu dan rutinitas yang beralur dalam rotasi yang sama. 
Tak ada yang baru. Seolah tak istimewa.
"Setiap hari, sebenarnya kita sedang mengukir sejarah untuk diri kita sendiri." ~VRM

Dan sekarang aku tau:
Ketika dunia tidak tertarik untuk menyentuhmu, saat itu kamu harus tertarik untuk menyentuh dunia.

Aku mulai bangun dari mimpi-mimpi itu. Membantu gadis itu: 
mengisi kotak-kotak putih diantara hitam yang mengelilinginya dengan huruf-huruf balok;
merangkai beberapa aksara sederhana yang semoga mampu membuat anak-anak terlelap;
dan memperkenalkan makhluk rumput yang menghijaukan suasana.


Tiga hal : Memperbarui Mimpi Diri.




Minggu, 28 Oktober 2012

Arsitek Kehidupan

Ada saat dimana kamu akan mengerti,
betapa buku-buku ilmu yang dulu kamu simpan itu tiba-tiba bisa menjadi sangat berarti dan tak ternilai harganya..

Pada saat itu, kamu akan tahu bahwa waktumu sangat berharga,
melebihi uang dan harta manapun yang kamu punya..

dan sekalipun kamu tidak bisa berbicara pada waktu,
sesungguhnya kamu punya banyak kesempatan untuk mendengarkan waktu berbicara..

Perputaran jarum jamnya akan membawamu teraduk-aduk dalam berbagai pilihan kehidupan,
tapi haruslah kau ingat,
bahwa untuk setiap pilihanmu, akan dimenangkan oleh rencana Nya..


Hari-hari dan kepenatan yang kualami sekarang, membawa ingatanku ke sebuah kota yang terkenal dengan ongis nade nya.. Sebuah daerah, dimana orang-orangnya suka membaca dari belakang, huruf-huruf dari kata yang mereka pergunakan..

Dua ribu sebelas
Saat itu aku sedang menjalani hari-hari pertamaku di kota Malang, Jawa Timur. Aku ingat sekali saat itu aku masih antusias dengan dunia arsitektur. Dan dengan kegiatan OPP SMA PL Van Lith, tempatku bersekolah, akhirnya aku dihantarkan ke sebuah kantor kontraktor.

Yang ingin aku ceritakan disini, bukan tentang hari-hari ku mengenal arsitektur bersama om insinyur. Ada hal lain yang malah membekas dalam benakku.

Saat itu, adalah pagi yang cerah di rumah Om Agus, seorang dosen Elektro di Politeknik Negeri Malang. Pagi itu, seperti biasanya, beberapa gelas teh hangat telah di siapkan untuk kami (aku, ketiga temanku, dan keluarga itu).

Aku dan temanku Dhoni duduk di teras belakang bersama dengan Om Agus, dan obrolan ringan kami mulai mengalir.

"Grace, dulu Om juga pengennya jadi arsitek lhoo." katanya "Tapi waktu nyoba ke UGM, Om ngga lolos. Waktu itu UGM masih tergolong 'terjangkau'."

"Terus ngga nyoba ke perguruan tinggi swasta, om?" tanyaku

"Waktu itu zaman Atma Jaya baru dibangun, masih mahal sekali harganya. Kebetulan ekonomi keluarga tergolong sederhana." Jawabnya.

Begitu obrolan singkat ku dengan Om Agus tentang, mimpi masa mudanya sebagai arsitek.



Hari-hari masa OPP ku hampir berakhir. Di hari terakhir itu, kami semua dikumpulkan di sebuah tempat yang aku juga lupa tepatnya dimana.

Di sana kemudian Om Agus berbicara di salah satu sessi.. Beliau menceritakan bagaimana suka dukanya untuk dapat mencapai kehidupan 'mapan' nya sekarang.

Bagaimana beliau akhirnya memilih untuk berpindah haluan dari minat di teknik arsitektur ke teknik elektro.

"Setelah lulus dari IKIP, saya menjadi dosen di Politeknik Negeri Malang, yang saat itu bernama IKIP Malang." Lanjutnya.



"Pada dasarnya saya ingin sesuatu yang 'seimbang' antara otak kiri dan otak kanan. Saya suka seni, dan saya suka sesuatu yang berhubungan dengan teknik. Jadi, akhirnya saya mengambil teknik elektro."

Segala suka duka yang dialami Om Agus juga diceritakan, termasuk bagaimana beliau bekerja keras agar dapat membelikan sekaleng susu untuk anak pertamanya (saat itu)

Peluang kesuksesan berikutnya muncul pada saat beliau menjadi dosen. Salah satu anak didiknya mempunyai sebuah ide untuk menciptakan 'mesin wartel', sayangnya gagal. Jadi akhirnya Om Agus dan rekannya melanjutkan pekerjaan itu hingga akhirnya menjadi suatu karya yang sangat berguna dan bernilai jual.

Setelah selesai menceritakan pengalamannya, Om Agus dan beberapa orang yang lain menatap ke arahku, seolah-olah ingin memberikan kesempatan bagiku untuk berkomentar. Sebab memang saat itu, akulah satu-satunya peserta OPP dengan profesi arsitek.

dan mengalirlah kata-kata berikut dari mulutku ..

"Mungkin Om Agus pada akhirnya ngga menjadi seorang arsitek seperti yang Om Agus cita-citakan, tapi setidaknya Om Agus telah berhasil menjadi seorang arsitek kehidupan bagi Om Agus sendiri, dan itu adalah hal yang sangat luar biasa."

Aku tidak mengerti bagaimana aku bisa mengatakan kalimat itu,

Aku juga tidak tau bagaimana pada akhirnya kata-kata itu seolah ingin berbicara lagi padaku :

"Adakah kamu mampu menjadi seorang arsitek kehidupan?"

Sekian, Salam hangat :)

Kamis, 25 Oktober 2012

Sepenggal Kisah Bambu

Pembicara tanpa pendengar, bukanlah siapa-siapa..

Demikian juga penulis tanpa pembaca, ia bukanlah seseorang








Adakah kamu seperti bambu?

Yang pada awalnya hanya memendam dirinya dalam tanah dan tak pernah menunjukkan dirinya?

Di tahun pertamanya, bambu tak pernah menampakkan dirinya.. 
Tak terjamah orang, bahkan bagi mereka yang menanamnya.. 
Tak ada sedikitpun tanda perkembangan yang ia perlihatkan.

Sang bambu seolah menguji kesabaran pemiliknya,
"Adakah ia akan tetap merawatku?"

dan hari demi hari dilewati bambu dalam kesendiriannya di dalam tanah.


Di tahun keduanya,
bambu masih saja tak menunjukkan kehadirannya.. 
"Tidak. Aku tidak akan menunjukkan diri, sampai nanti saatnya tiba."

Sementara ia menunggu saat yang ia nantikan tiba, bambu terus melatih kesabarannya..
Sebuah proses yang panjang. Sangat ingin baginya untuk keluar dan mentas dari tanah tempatnya bernaung.
Tapi terlebih dahulu ia harus menyiapkan dirinya. Ia harus berproses. Proses dimana ia memperkuat akar-akarnya.. Menjalar dan menelusuri lapisan demi lapisan tanah tempat ia ditanam..

Terus .. dan terus


Dari air-air dan mineral yang ia peroleh, ia ingin memperkuat hadirnya..
"Kehidupan ini harus dihidupi, dan jika tidak aku mulai dari sekarang, aku akan mati." kata bambu dalam hati.
Dalam batinnya, bambu terus percaya, bahwa nanti .. jika saat itu telah tiba, ia akan tunjukkan betapa berproses itu adalah sesuatu yang sungguuhhh luar biasa

Di tahun ketiganya.. perlahan lahan tunasnya mulai muncul dan berkembang di permukaan..
Ia mampu melihat sang pemiliknya.. Si empunya yg dulu merawatnya..

Hari-hari ia lalui dalam sapaan hujan yang menenangkan.. tak pernah jenuh ia bertumbuh..
akar-akarnya semakin kuat.. Kepercayaan dirinya mulai muncul, perkembangannya mulai pesat..



Di tahun-tahun berikutnya,
bambu mampu menunjukkan kehadirannya.. Setiap kali ia membuka matanya, ia tau bahwa ia telah menjamah awan, lengan-lengannya menjadi tempat yang aman dimana induk-induk burung meninggalkan telur-telurnya..

Ia menjulang, dan kerindangannya dibanggakan oleh sang empunya..

Hingga akhirnnya, saat itu tiba..

Saat yang ia nantikan, saat dimana ia ingin menghadirkan dirinya lebih dari yang pernah ia bayangkan.

Ia ditebang.

Sebuah momen yang menyayat hatinya..

"Adakah aku mengganggu mereka?"

Aku telah berproses sejauh ini.. Aku tidak pernah berhenti untuk bersabar, tapi adakah pada akhirnya aku mengganggu sekitarku?

Batang-batanya bergelimpangan, lalu diikat satu dengan yang lain.
Dibawanya ia menuju ke kota, ke sebuah tempat dimana ia dipertemukan dengan sesamanya.

Belum berhenti sampai disitu..

Ia terpaksa berkenalan dengan alat-alat yang nampak menyeramkan baginya..

"Aku tidak mengerti. Tapi aku akan terus berusaha menghidupi kehidupan ini, atau aku akan mati." Kata bambu dalam hati.

Ia menunggu, dan membiarkan semua proses itu berjalan entah bagaimana. Ia menikmatinya, baik yang menyenangkan, hingga yang paling menyakitkan sekalipun.

Detik demi detik itu terus berrotasi, mengiringi metamorfosis sang bambu.
Dan lihatlah kini ..

Ia bukan lagi batangan-batangan panjang yang dulu menjulur menjamah awan, yang pada lengan-lengannya dipercayakan anak-anak burung.

Ia telah menjadi berbagai macam kerajinan yang sangat berguna bagi manusia. Ia menyandang kertas-kertas tipis yang membuatnya dipanggil "Lampion" , ia dianyam menjadi "Keranjang" , ada pula orang-orang yang melihatnya menari sebagai "Barongsai", sebagian darinya telah menjadi tempat berteduh bagi sejumlah keluarga "Gubug" ..

dan demikian ia terus mempercayakan dirinya untuk diolah dan diproses, sebab sekarang ia telah mengerti, untuk apa ia menghidupi kehidupannya.. bukan karena kematian, tapi untuk kehidupan yang lain.



Semoga menjadi inspirasi, salam hangat :)