Rabu, 16 Oktober 2013

Lilin-lilin Bersua

Jika sepuluh menit dapat merangkum satu tahun perjalanan hidup seseorang,
Maka tiga puluh menit ini adalah milikmu.
Kamu dan nyala apimu;
Terang dan hangat yang menerjang setiap terpaan angin dingin dan gelapnya malam.
Lelehan peluhmu,
tlah jadi rajutan perjuangan panjang yang kau retas tanpa batas.
Menghadapkanmu pada spektrum spektrum yang menuntunmu untuk menjamah rana;
Entah senyuman manis, entah kepalan tangan;
yang menantimu berdiri sebagai abdi bangsa;
punggawa keuangan negara.

Kini coba tengoklah sejenak.
Topangan kaki tempatmu berpijak ini,
sudah nyaris suntuk dan cukup renta
untuk bersua dengan air mata dan letihmu.
Lelehan ragamu sudah nyaris mendekati horizontal;
Tepat di malam ini, di delapan belas yang merekah dalam bulan Maria.

Lihatlah kami, kakak
Lilin lilin baru yang masih terlalu bersih.
Yang halus, yang mulus, yang baru keluar dari dalam kardus.
Yang utuh dan seolah kokoh,
Namun ditantang ragu untuk membawa terang.
Jangankan menyala kakak;
tentang cara tepat untuk dapat berpijak pun kami masih entah

Lihatlah kami, kakak.
Batangan-batangan putih yang bersua denganmu di malam ini,
di bawah cantik kerlip gemilang bintang,
yang membangunkan memori sekawan minggu yang lalu.
Gedung J307.
Saat lambaian tangan dan senyum manja
kita ciptakan bersama;
Apakah tak kau tangkap radar cemas dan ketakutan pada rona wajah kami?
Bagaimanakah kami harus membalas ucapan
"Selamat datang" dari bibir kalian,
dengan sebuah bisikan "Selamat jalan?"

Jika benar aku ini kakak;
Jika boleh aku bersusastra
dan jika mampu sepuluh menit mengibaratkan satu tahun perjuangan hidup seseorang.
Maka tiga puluh menit ke depan adalah milik kalian.
Pada tiga detik emas yang tersisa ini,
perkenankanlah aku menyalurkan nyala api Nya pada kalian.
Nyala api dan bisikan firman yang kalian kenal semenjak setetes air membelai dahi.

Bulir biluran pilu yang Ia tunjukkanlah,
yang akan kuberitahukan kepadamu;
Janganlah imanmu goyah.
Sebab Kristus sang batu penjuru telah menjadikan kerikil, debu dan rerumputan
sebagai awak-awak yang membentengi langkah-langkahmu.
Tak kan terantuk kaki kalian pada tanah.
Lelehan peluhmu akan jadi tonggak kebenaran,
Tumpukan keringat dan air matamu akan menjadi pijakan bagi ribuan orang.
Dari mulutmu akan terucap perkataan-perkataan yang benar.
Dan dari pundakmu disandarkan harapan-harapan orang nanar.

Detak detik ini,
Tuhan mempersatukan kita
Agar dapat kita berdiri dan berpijak bersama atas nama iman.
Biarlah angin, hujan dan malam menunjukkan
Bagaimana dingin dapat dikalahkan dengan kehangatan
dan bagaimana terang dapat mengalahkan kegelapan.

Untuk itu, tegapkanlah badanmu.
Pasanglah segala perisai Allah dan melangkahlah
dengan lengan kasih yang mampu merangkul semua senyuman.

Tentang lambaian tangan;
bukankah rotasi kita masih sama?


(Makrab KMK STAN, 18 Oktober 2013)