Minggu, 24 Juni 2012

Melodi sebuah Metamorfosa

Ini adalah kisah nyata tentang kehidupan,
dimana segala sesuatunya selalu memiliki waktu dan posisinya masing-masing..
Perjalanan yang menuntun seseorang menuju sebuah pendewasaan..

Detik terus melantunkan detak,
mengiring jejak dan tapak baru sebuah kehidupan,
Pelangi yang menari dipenghujung rintihan langit,
membalut lembut sebuah siklus metamorfosa,
Ketika tawa matahari selalu disimpan
dalam senandung bulan dan bintang-bintang,
sebelum esok yang dimimpikan berujung pada nyata-nyata 
yang selalu dipertanyakan..
dan pada tanya-tanya yang dinyatakan..

Aku kembali,
dan menyadari bahwa setiap individu yang kutemui sedang menjalani metamorfosa mereka masing-masing.
Sebuah proses yang ngga sesaat,

Tiga sekandung,
lahir dari darah yang sama,
besar dari air susu yang sama,
tumbuh dari kasih yang sama,
tapi kami menjadi dewasa dengan proses yang berbeda..
Kami punya metamorfosa yang berbeda,
pembawaan, karakter, dan pribadi yang berbeda..

Berasal dari cinta yang sama,
bukankah masing-masing orang akan menjadi dewasa
dengan kehidupan mereka?

Masa-masa ini akan terus berrotasi,
matahari atau bulan dan bintang, 
tak kan selamanya berpendar, atau menghilang..
kelelawar tak kan selamanya berkeliaran, 
kecuali petang menjelang,
dan ada saat bagi kepompong untuk berganti cangkang..

Manusia tak kan pernah sama..
dia akan berubah, baik itu menjadi baik, atau sebaliknya..

Masa Kecil
"Kamu kenapa sih?"
"Ahh, aku males sama kamu, abis kamu sekarang berubah sih.. "
"Haah ? emangnya aku ngapain? "
"Kamu sekarang kecentilan, mainnya juga sama si A, si B, si C.. kamu lupa kan sama aku? huhh.. "
"Nggak kok.. ya udah, maaf yah, aku ngga kayak gitu lagi kok."

Hmm, aku ngga tau, tapi sepertinya hampir semua teman seumuranku waktu itu, pernah mengalami hal yang sama.. Mungkin karna setiap orang akan memiliki tingkat kecemburuannya masing-masing, sesuai dengan tingkat usianya..
Pasti akan berbeda, jika ucapan semacam itu dilontarkan pada pacar atau pasangan hidupnya ketika mereka beranjak dewasa..
Tapi entah mengapa, semakin aku bertambah umur, aku semakin memaklumi perasaan cemburu kepada teman-teman terdekat yang umumnya terjadi pada masa-masa sekolah itu.. Terutama dengan kehidupan di asramaku.. Adalah hal yang sangat wajar ketika aku mendapati bahwa teman-temanku pada akhirnya akan menemukan dunia mereka sendiri-sendiri, baik itu dengan, atau tanpa aku.. Dan aku sangat bisa memahami itu:

Tidak setiap saat aku dan sahabatku selalu berbagi,
ada saat dimana ketika dia berbagi,
aku memberikan respon tidak sebaik si X
Ada saat ketika dia ingin menangis,
yang ada adalah pundak si Z, dan bukan aku,
Ada saat dimana dia senang dan ingin memelukku,
tapi dia tidak bisa melakukannya,
karna aku tidak ada pada hari bahagianya..
Ada saat dimana aku ingin menjadi seorang yang bisa membantunya,
Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, atau apalah itu..
dan aku tidak bisa melakukannya,
Maka aku akan memangil si X, si Y, atau si Z,
sehingga kecemasannya, atau kecemasanku akan sirna..
Ada saat dimana ia terisak dan tak mampu bercerita, 
dan ketika itu terjadi,
yang bisa kulakukan adalah bertanya kepada si K, L, atau siapapun itu..

Dan ketika aku menuliskan kata-kata ini, aku berfikir ulang,
Apakah benar aku sudah melakukannya? 
Atau justru diakah yang melakukannya?

Aku juga ingat masa kecilku,
ketika aku dan kakakku dengan rewel makan snack di gereja, di tengah misa,
dan bagaimana mamaku protes dengan apa yang aku lakukan,
semuanya tidaklah lain karena dilandasi "kepolosan" bukan?

Sekarang, rotasi ini telah membawaku pada posisi yang lain,
sudut pandang yang lain,
Sudut pandang yang menempatkan aku sebagai umat,
yang duduk di belakang sepasang kakak beradik yang sibuk makan snack dengan rewel, 
dan tidak ditegur oleh orangtuanya ..
Hmm, sebuah keterbatasan manusia yang membuatku bisa merasa terganggu dengan hal kecil itu..
Barangkali, pada masa metamorfosaku berikutnya,
aku akan mendapatkan posisi dengan sudut pandang yang lain,
Sudut pandang orangtua sang anak mungkin?
Entahlah..

Ada juga pengalaman kecil yang 'menyentil',
Hmm, saat itu aku sedang berada di posko pengungsian korban erosi Merapi, 2011
Tepatnya, di dapur ASPA. Saat itu aku bersama seorang alumni sekolahku, aku sedang membantu di dapur untuk menyiapkan nasi bungkus bagi para korban dan relawan. Ini ngga lain dan ngga bukan, adalah karena sekolahku SMA PL Van Lith Muntilan, menjadi tempat pengungsian bagi warga desa di lereng Merapi..
"Anak Van Lith zaman sekarang, kalau main bisa sampai Jogja yah?"
"Hmm, iya mbak, cuma kalau pas hari Minggu atau hari libur aja sih, kalau lagi pengen."
"Sering kan tapi?"
"Ngga juga sih mbak, cuma beberapa anak aja.."
"Manja yah? Zaman ku dulu sih ngga boleh kayak gitu.. Mana ada.. pasti langsung dimarahi Suster I"
"Oo, emang iya yah mbak? " (aku ngga tau apa-apa, aku baru kenal si Mbak yang memang lebih tua jauh beberapa tahun di atasku..)
"Iya, tapi zaman dulu Susternya baik, suka bagi-bagi hadiah, suka bantuin bapak-ibu dapur juga.. Kamu tanya aja tuh.. Iya kan Bu?"
Trus si ibu dapurnya jawab "Iya, suka ditanya: anak-anak dimasakin apa hari ini?"
Aku diam, percakapan ini sedikit terasa menghakimi, untukku..
"Dulu juga ngga boleh bawa HP, pokoknya dulu asrama dan sekolah selalu tegas."

Aku mulai tau arah pembicaraan ini,
aku merasa sedikit dipojokkan,
secara tidak langsung, dia mengatakan bahwa 
angkatan zaman sekarang sudah tidak sebaik dulu..
Lalu yang menjadi pertanyaanku adalah:
Seberapa baik angkatan yang disebut "dulu" itu?
Seberapa lekat Anda mengenal kami? Mengenal angkatan ini?
Seberapa mengecewakannya kami saat ini bagi Anda,
ketika Anda, bahkan tidak pernah terlibat di dalamnya?

Tetapi kemudian aku mulai berpikir lagi tentang pergerakan masa itu, juga tentang metamorfosa yang terus berproses ini.
Barang kali ketika masa ku tiba -menjadi beberapa tahun lebih tua dari pada aku saat itu- aku bisa saja melakukan hal yang sama? Mungkin akan ada saat dimana aku akan melihat secara kritis apa yang telah terjadi dengan kehidupan yang dulu pernah menjadi bagian dari aku, kehidupanku..
Pada akhirnya aku malah bisa memaklumi segala hal yang terjadi, ketika aku mencoba menempatkan diriku pada sudut pandang yang lain sebuah kehidupan.. Mendalami dan memaknai metamorfosa yang kujalani.. Meyakinkan aku, dan mungkin kalian yang mendengarkan melodi ini: 

Metamorfosa,
Masa yang satu akan memberikan melodi bagi masa yang lain, 
dan kehidupan akan membawa kita pada sebuah pendewasaan,

Salam Hangat :)